Langsung ke konten utama

WA Grup


Tahun ajaran baru, baru saja dimulai. Sudah lazimnya dan mengulang momentum yang sama sebelum-sebelumnya, dibuatlah Grup di aplikasi Whatsapp atau dikenal sebagai Whatsapp Group (WAG) untuk orang tua siswa dalam satu kelas yang sama, termasuk dalam kelas anak saya. Jangan ditanya grup untuk siswa-siswanya. 

Sebagai generasi mileneal yang lebih melek teknologi informasi serta hal-hal yang terkait dengan internet, sudah pasti mereka lebih tanggap dan sigap menyikapi kejadian-kejadian di dunia nyata untuk diekpresikan dengan perilaku/habit mereka di dunia maya.

Ada satu hal yang menggelitik dalam pembuatan WAG ortu siswa tadi. Salah satu anggota grup meminta untuk para orang tua mencantumkan nama anaknya sebagai nama di akun WA masing-masing, alasannya agar satu sama lain bisa saling mengenal. 

Misalnya, ‘Mama Budi’, ‘Papanya Indah’, ‘Ummi Faisal’, dll. Istriku yang nomornya tergabung di grup tadi, bingung harus dipenuhi atau tidak permintaan tadi. Sebenarnya sih bagus-bagus aja, tidak ada salahnya juga untuk mengikutinya.

Masalahnya, nama yang baru tersebut akan terus terlihat di Nomor WA ketika diakses oleh siapapun atau semua grup yang kita ikuti. Jadi penggantian nama tersebut akan dirasakan kegunaannya sekadar di Grup tersebut, sedangkan untuk yang lain relatif tidak begitu ngefeks. 

Contoh sederhananya, ketika orang tua mempunyai anak lebih dari satu, bagaimana kalau nomornya tergabung dalam grup ortu masing-masing anaknya, dan semuanya minta nama akun mencantumkan nama anaknya.

Mungkin agar lebih hafal dan mengenal akan lebih tepat jika setelah para ortu anggota WAG memperkenalkan diri, kita save nama masing-masing di phone book kita. Masalahnya kita ini agak males dan sedikit gengsi untuk menyimpan nama orang-orang yang tidak dekat-dekat amat dengan kita dan dirasa belum akan membawa manfaat yang berarti nantinya. 

Mudah-mudahan bukan ini yang menjadi alasan salah satu anggota yang meminta untuk edit nama tadi. Belum lagi kalau semua anggota di WAG yang kita ada didalamnya kita simpan satu-satu, tidak akan cukup juga kali kapasitas phone book kita.

Ya sudah, pada akhirnya setelah mendapat masukan dan provokasi dari suaminya, istriku memutuskan untuk tidak mengganti nama akun WA-nya. Dan sepertinya juga tidak menyimpan nomor WA satu-persatu anggota di grup tadi. 😰


jangan klik ini >>> WA Grup II

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tlatar, 18 Okt 2007

WA Grup II (Gossen ah...)

  Di dalam ilmu ekonomi dikenal berbagai macam hukum, salah satunya adalah Hukum Gossen . Sesuai namanya, hukum ini dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Jerman bernama Herman Heinrich Gossen. Hukum Gossen menerangkan bahwa : “jika pemuasan keperluan terhadap suatu jenis benda tertentu dilakukan terus menerus, kenikmatannya akan terus-menerus berkurang sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan” Sederhananya dapat kita ambil contoh dari keseharian kita sendiri. Saat kita makan martabak, mungkin satu potong masih terasa kurang, sehingga kita ambil potongan yang kedua untuk memenuhi keinginan agar bisa lebih menikmati. Jika masih kurang bolehlah kita lanjutkan ke potongan yang ketiga. Yang mesti diingat adalah, pada titik tertentu kenikmatan martabak tersebut akan mencapai puncaknya. Jika telah sampai pada titik tersebut namun kita memaksakan untuk memakan lagi, maka potongan martabak yang kesekian ini sudah tidak senikmat sebelumnya. Demikian juga potongan-potongan yang lai...

Anjungan Beras Mandiri

  SEPENGGAL KISAH Sudah menjadi kebiasaan, hampir setiap malam khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya. Suatu malam bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar dan Aslam bergegas mendekati kemah itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. “Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, i...