SEPENGGAL KISAH
Sudah menjadi kebiasaan,
hampir setiap malam khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam.
Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan
untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang
belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.
Suatu malam bersama Aslam, Khalifah Umar berada di
suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi.
Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar
seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar dan Aslam bergegas
mendekati kemah itu.
Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan
panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu
terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. “Assalamu’alaikum,”
Umar memberi salam. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepala seraya
menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya
mengaduk-aduk isi panci dan terjadilah percakapan antara keduanya :
Umar :
Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?
Ibu :
Anakku…
Umar :
Apakah ia sakit?
Ibu : Tidak, ia kelaparan
Umar dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi pancinya. Ibu itu memasak batu-batu ini untuk menghibur anaknya yang sedang kelaparan.
Ibu |
: |
Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia pasti sedang duduk
santai di rumahnya, sementara masih
ada rakyat miskin yang kelaparan
seperti kami ini. Dia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya
sudah terpenuhi atau belum, Biar Allah yang mengadili antara aku dan Khalifah
Umar |
Mendengar penuturan seperti itu, Aslam hendak menegur si Ibu, namun Umar
mencegah. Dengan air mata berlinang ia bangkit dan mengajak Aslam cepat-cepat
pulang ke Madinah. Sesampai di Madinah, Khalifah langsung pergi ke Baitul Maal
dan mengambil sekarung gandum dan sebongkah daging. Tanpa mempedulikan rasa
lelah dan malam yang dingin, Umar mengangkat sendiri karung gandum tersebut di
punggungnya. Aslam segera mencegah.
Aslam : Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung
itu….
Umar : Aslam,
jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul
beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di
hari pembalasan kelak?
Sesampai di rumah
perempuan tua tadi, Umar menyuruh Aslam membantunya menyiapkan makanan. Umar sendiri
memasak makanan yang akan disantap oleh ibu itu dan anak-anaknya. Umar segera
mengajak keluarga miskin tersebut makan setelah masakannya matang. Melihat
mereka bisa makan, hati Umar terasa senang dan tenang.
refrensi :
https://www.tintasiyasi.com/
http://www.alhikmah.ac.id/
KITA DAN HARI INI
Pertanyaan dari kisah di
atas, apakah mungkin di zaman kita saat ini masih ada warga atau keluarga yang
bernasib seperti ibu tua tadi? Tidak perlu di jawab karena sudah jelas seperti
apa jawabannya. Pertanyaan yang harus kita jawab adalah apa yang dapat kita
lakukan untuk mengatasi kesusahan ekonomi masyarakat dan mencari solusinya
terutama bagi mereka yang bahkan untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari
berupa makan minum saja sangat sulit.
Apakah kita hanya cukup berharap
agar pemimpin-pemimpin kita saat ini memiliki kepedulian dan rasa tanggung
jawab sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab zaman dahulu? Dengan segala
kesalehan serta kezuhudan para sahabat ditambah gemblengan langsung dari suri
tauladan Rasulullah SAW, rasanya sangat sulit untuk menemukan sosok yang
selevel mereka-mereka yang bergelar Radhiallaahu anhum itu. والله أعلمُ. Dan hanya Allahlah yang maha mengetahui.
Dengan begitu kita harus mempunyai opsi yang lainnya. Beberapa waktu
yang lalu, ada hamba Allah yang rutin menyisihkan rizkinya untuk dibagi dalam
bentuk sembako kepada warga kurang mampu di lingkungan RW 15. Untuk beberapa
bulan, titipan sembako tersebut sangat dirasakan manfaatnya bagi warga yang
telah menerimanya. Namun dengan alasan satu dan lain hal paket bantuan tersebut
berhenti dan belum ada informasi kelanjutannya.
Pengurus DKM Baitul Mu’min pun tidak ketinggalan, telah menggulirkan
program siJUM, yaitu program penyediaan paket makan siang setiap hari
Jumat setelah selesai pelaksanaan solat Jumat di masjid. Alhamdulillah
inisiatif ini direspon dengan baik oleh sebagain warga dengan bersedekah sesuai
kemampuan dan keikhlasan masing-masing. Namun dengan tidak mengesampingkan
manfaat yang telah bisa dirasakan, tidak dapat dipungkiri masih terdapat
keterbatasan dalam pelaksanaannya.
Sebagai contoh frekuensinya yang hanya seminggu sekali dan makan siang
saja, sementara kebutuhan makan idealnya terpenuhi setiap hari, tiga kali
sehari. Selain itu dengan jumlah yang masih terbatas, sedekah makan siang ini
memang tertuju untuk para jamaah yang baru saja melaksanakan solat jumat.
Padahal tidak tertutup kemungkinan, anggota keluarga lainnya yang di rumah juga
sedang memerlukan uluran tangan untuk sekadar mengisi kekosongan perut.
ANJUNGAN BERAS MANDIRI
Menyadari hal tersebut, Pengurus UPZ Baitul Mu’min telah merintis
program baru sebagai salah satu bentuk penyaluran dana zakat, infaq dan sodaqoh
yang dihimpun dengan nama Anjungan Beras Mandiri. Dengan tagline Bebas
Ngisi, Bebas Ambil, program sedekah beras ini mempersilakan bagi siapa saja
untuk berpartisipasi mengisi bahan pangan berupa beras ke tempat yang telah
disediakan, serta mengizinkan siapa saja yang memerlukan untuk mengambil
seperlunya secara cuma-cuma, setiap hari sepanjang hari.
Dalam tahap awal ini ABM diwujudkan dengan keberadaan 1 (satu) unit
ricebox bertempat di halaman depan Masjid Baitul Mu’min. Ke depannya sedang
dipikirkan untuk meredesign infrastruktur yang sudah ada sehingga dimungkinkan
untuk tidak hanya menyediakan beras namun juga jenis sembako yang lainnya.
Selain itu juga dengan mereposisi tempat agar menjadi lebih aman, nyaman dengan
tetap menjaga privasi pengisi maupun pengambil.
Semoga Allah swt meridhoi niat baik kita. Amin
Komentar
Posting Komentar