Sudah tak
terhitung lagi hilaf dan salah ini terulang, lagi dan lagi. Entah sudah berapa
kali ini aku lakukan, tak teringat lagi. Sejujurnya karena menyangkut aib
dan tabiat yang buruk, aku tidak ingin orang lain mengetahuinya. Namun
berangkat dari itikad baik agar tidak dilakukan oleh orang lain, akhirnya
tergerak untuk berbagi.
Seperti saat malam itu. Segera setelah kuhamparkan alas menghadap rumah-Mu, aku niatkan bahwa ini aku lakukan karena-Mu. Namun apa daya, sesaat setelah bacaan takbir terucap dari bibirku, secepat kilat berbagai persoalan dan permasalahan berputar-putar di kepala, mulai dari pekerjaan, anak dan istri di rumah, kejadian di jalan tadi sore, berita penyebaran wabah yang belum terkendali sampai rencana nonton siaran langsung bola nanti malam.
Bahkan dari satu hal kecil saja yang awalnya terlintas, akhirnya melebar, sambung-menyambung hingga sampai pada hal-hal yang semula tidak terbayangkan sama sekali. Begitulah… bacaan dan doa-doa terucap dengan lengkap dan lancar. Gerakan-gerakan yang dipersyaratkan-pun terlaksana sebagaimana seharusnya. Namun semuanya terasa kosong, hampa, nyaris tanpa ruh dan tak bermakna.
Inilah akibat dari diriku yang telah menduakan-Mu. Pujian dan permintaan aku panjatkan pada-Mu, namun tak sepenuh hati karena otakku memikirkan yang lain selain Engkau. Rukuk dan sujud aku lakukan sebagai pertanda tunduk dan berserahdiri pada-Mu. Tetapi sesungguhnya aku sedang menghamba kepada urusan-urusan di luar sana yang semestinya aku singkirkan saat sedang mendekat kepada-Mu.
Hingga pada satu saat aku terlupa apakah ini rekaat ketiga atau ke empat. Pada kejadian yang sama sebelumnya aku, tidak ingat sudah masuk rekaat kedua atau ketiga. Padahal sudah seringkali aku mengulang-ulang firman-Mu yang menerangkan bahwa orang-orang yang lalai terhadap solatnya adalah orang-orang yang solat namun tetap celaka. Naudzu billahi min daalik.
Allahu akbar… begitu aku lantunkan setiap berpindah dari satu gerakan ke gerakan lainnya untuk mengakui kebesaran-Mu. Namun sesungguhnya begitu banyak hal-hal selain Engkau yang membutakan mataku. Dunia yang kecil ini telah sekian lama membuat telingaku tuli untuk mendengar keagungan-Mu. Kecintaan pada materi dan kefanaan yang semu ini sudah membekukan hatiku hingga tak tergetar lagi saat mengalunkan ayat-ayatMu
Maka pantas saja jika solatku selama ini tetap tidak mampu menjauhkanku dari perbuatan keji dan mungkar. Engkau menyuruh untuk orang bersabar dan mencintai orang-orang yang berbuat kesabaran, tetapi untuk menunaikan solat yang hanya beberapa saat saja aku selalu terburu-buru. Engkau menyuruh untuk selalu berjamaah dan bersegera dalam berbuat kebaikan, tetapi aku lebih sering menyendiri, tercerai-berai dimana-mana dan menunda-nunda hingga akhir waktu solat.
Lantas bagaimana jadinya agama ini dengan solat yang demikian, padahal Rasul-Mu telah mengatakan solat adalah tiangnya agama.
Hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan
Robbana taqobbal minna, innaka antas sami;ul alim, watub
alaina innaka anta tawwabur raahiim
(Ya Tuhan kami, terimalah amal kami, dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang)
(setelah
sebelumnya menambah dengan sujud sahwi)
Komentar
Posting Komentar