Langsung ke konten utama

Aku Selingkuh (Lagi)


 

Sudah tak terhitung lagi hilaf dan salah ini terulang, lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali ini aku lakukan, tak teringat lagi. Sejujurnya karena menyangkut aib dan tabiat yang buruk, aku tidak ingin orang lain mengetahuinya. Namun berangkat dari itikad baik agar tidak dilakukan oleh orang lain, akhirnya tergerak untuk berbagi.

Seperti saat malam itu. Segera setelah kuhamparkan alas menghadap rumah-Mu, aku niatkan bahwa ini aku lakukan karena-Mu. Namun apa daya, sesaat setelah bacaan takbir terucap dari bibirku, secepat kilat berbagai persoalan dan permasalahan berputar-putar di kepala, mulai dari pekerjaan, anak dan istri di rumah, kejadian di jalan tadi sore, berita penyebaran wabah yang belum terkendali sampai rencana nonton siaran langsung bola nanti malam.

Bahkan dari satu hal kecil saja yang awalnya terlintas, akhirnya melebar, sambung-menyambung hingga sampai pada hal-hal yang semula tidak terbayangkan sama sekali. Begitulah… bacaan dan doa-doa terucap dengan lengkap dan lancar. Gerakan-gerakan yang dipersyaratkan-pun terlaksana sebagaimana seharusnya. Namun semuanya terasa kosong, hampa, nyaris tanpa ruh dan tak bermakna.

Inilah akibat dari diriku yang telah menduakan-Mu. Pujian dan permintaan aku panjatkan pada-Mu, namun tak sepenuh hati karena otakku memikirkan yang lain selain Engkau. Rukuk dan sujud aku lakukan sebagai pertanda tunduk dan berserahdiri pada-Mu. Tetapi sesungguhnya aku sedang menghamba kepada urusan-urusan di luar sana yang semestinya aku singkirkan saat sedang mendekat kepada-Mu.

Hingga pada satu saat aku terlupa apakah ini rekaat ketiga atau ke empat. Pada kejadian yang sama sebelumnya aku, tidak ingat sudah masuk rekaat kedua atau ketiga. Padahal sudah seringkali aku mengulang-ulang firman-Mu yang menerangkan bahwa orang-orang yang lalai terhadap solatnya adalah orang-orang yang solat namun tetap celaka. Naudzu billahi min daalik.

Allahu akbar… begitu aku lantunkan setiap berpindah dari satu gerakan ke gerakan lainnya untuk mengakui kebesaran-Mu. Namun sesungguhnya begitu banyak hal-hal selain Engkau yang membutakan mataku. Dunia yang kecil ini telah sekian lama membuat telingaku tuli untuk mendengar keagungan-Mu. Kecintaan pada materi dan kefanaan yang semu ini sudah membekukan hatiku hingga tak tergetar lagi saat mengalunkan ayat-ayatMu

Maka pantas saja jika solatku selama ini tetap tidak mampu menjauhkanku dari perbuatan keji dan mungkar. Engkau menyuruh untuk orang bersabar dan mencintai orang-orang yang berbuat kesabaran, tetapi untuk menunaikan solat yang hanya beberapa saat saja aku selalu terburu-buru. Engkau menyuruh untuk selalu berjamaah dan bersegera dalam berbuat kebaikan, tetapi aku lebih sering menyendiri, tercerai-berai dimana-mana dan menunda-nunda hingga akhir waktu solat.

Lantas bagaimana jadinya agama ini dengan solat yang demikian, padahal Rasul-Mu telah mengatakan solat adalah tiangnya agama.

Hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan

Robbana taqobbal minna, innaka antas sami;ul alim, watub alaina innaka anta tawwabur raahiim

(Ya Tuhan kami, terimalah amal kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang)

 

 Akhirnya aku akhiri solatku malam itu dengan bacaan salam…

(setelah sebelumnya menambah dengan sujud sahwi)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tlatar, 18 Okt 2007

WA Grup II (Gossen ah...)

  Di dalam ilmu ekonomi dikenal berbagai macam hukum, salah satunya adalah Hukum Gossen . Sesuai namanya, hukum ini dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Jerman bernama Herman Heinrich Gossen. Hukum Gossen menerangkan bahwa : “jika pemuasan keperluan terhadap suatu jenis benda tertentu dilakukan terus menerus, kenikmatannya akan terus-menerus berkurang sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan” Sederhananya dapat kita ambil contoh dari keseharian kita sendiri. Saat kita makan martabak, mungkin satu potong masih terasa kurang, sehingga kita ambil potongan yang kedua untuk memenuhi keinginan agar bisa lebih menikmati. Jika masih kurang bolehlah kita lanjutkan ke potongan yang ketiga. Yang mesti diingat adalah, pada titik tertentu kenikmatan martabak tersebut akan mencapai puncaknya. Jika telah sampai pada titik tersebut namun kita memaksakan untuk memakan lagi, maka potongan martabak yang kesekian ini sudah tidak senikmat sebelumnya. Demikian juga potongan-potongan yang lai...

Anjungan Beras Mandiri

  SEPENGGAL KISAH Sudah menjadi kebiasaan, hampir setiap malam khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya. Suatu malam bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar dan Aslam bergegas mendekati kemah itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. “Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, i...