Langsung ke konten utama

Amnesia

 



Sebut saja namanya Fulan. Selepas menyelesaikan sekolah di tingkat SLTA ia mesti pindah dan menetap di sebuah kota, dan sementara waktu berpisah dengan keluarganya demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sebagaimana layaknya seorang yang hidup diperantauan, secara berkala Fulan menerima kiriman sejumlah uang untuk mencukupi keperluan pendidikannya seperti SPP, buku-buku, alat tulis dan lain-lain. Namun tentu tidak itu saja keperluan Fulan, karena ia  juga mesti membayar sewa kost, makan minum sehari-hari, hiburan agar tidak suntuk dan bosan dalam belajar. Orang tua Fulan pun menyadari hal tersebut dan tidak pernah melupakannya.

Namun apa daya, setelah beberapa waktu berlalu, orang tua Fulan baru menyadari bahwa uang yang rutin dikirimkan tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Justru Fulan menghabiskannya untuk keperluan-keperluan yang tidak ada kaitannya dengan proses pendidikan yang sedang dijalaninya.

Waktu, energi dan bekal dari orangtuanya tersita untuk bersenang-senang, berfoya-foya dan hal sia-sia lainnya yang menjauhkan dari maksud orang tuanya menyekolahkan di sana untuk menuntut ilmu. Ia lupa tugas utamanya sebagai seorang pelajar adalah belajar. Akhirnya dapat ditebak, ia gagal dalam menyelesaikan kuliahnya.

Berkaca dari cerita di atas, di dalam Al Quran surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah swt telah berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Yang artinya : Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (beribadah) kepada-Ku.

Melalui ayat tersebut Allah menegaskan bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah menyembah, mengabdi, menghamba, tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya.

Untuk mencapai maksud tersebut Allah swt telah menyediakan dunia beserta isinya agar kita (manusia) mempunyai sarana dan prasyarat yang cukup untuk beribadah. Dari sekian banyak yang diberikan, beberapa yang dapat kita sebutkan di antaranya :

-        pakaian untuk menutup aurat;

-        makanan dan minuman sebagai asbab untuk kekuatan fisik;

-        harta untuk berinfaq;

-        rumah untuk berteduh dan berkumpul dengan keluarga;

-        kendaraan untuk menunjang aktivitas mencari nafkah;

Tentu masih banyak lagi yang tidak akan dapat kita hitung dan kita rinci satu-persatu.

Lalu apa jadinya jika segala sesuatu yang semestinya menjadi sarana dan media untuk mengabdi di atas justru menjadi tujuan hidup kita di dunia ini. Kita mempunyai pakaian, perhiasan, tempat tinggal, kendaraan, namun hanya untuk menunjukkan bahwa kita mampu dan berbangga-bangga memilikinya.

Kita siang malam membanting tulang bekerja hanya demi menumpuk-numpuk harta, tetapi zakat dan infaq tidak pernah tertunaikan. Sementara saudara kita sedang pusing harus makan apa hari ini, kita justru bingung mencari tempat untuk memenuhi hasrat dan kepuasan mengenyangkan perut kita. Kita telah lalai dan lupa atau melupakan hakikat sebenarnya diciptakan oleh Allah swt.

Namun demikian sebagaimana dijelaskan oleh alim ulama bahwa ibadah tidak terbatas dalam bentuk mahdah yang telah ditetapkan ketentuan pelaksanaannya dan berhubungan langsung dengan Sang Maha Pencipta, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain, tetapi dapat juga dalam bentuk yang lebih luas berupa muamalah yaitu aktivitas yang terkait dengan hubungan kita dengan sesama manusia sehari-hari (ghairu mahdah).

Wallahu a’lam bish shawab

 

Referensi : www.bacaanmadani.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tlatar, 18 Okt 2007

WA Grup II (Gossen ah...)

  Di dalam ilmu ekonomi dikenal berbagai macam hukum, salah satunya adalah Hukum Gossen . Sesuai namanya, hukum ini dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Jerman bernama Herman Heinrich Gossen. Hukum Gossen menerangkan bahwa : “jika pemuasan keperluan terhadap suatu jenis benda tertentu dilakukan terus menerus, kenikmatannya akan terus-menerus berkurang sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan” Sederhananya dapat kita ambil contoh dari keseharian kita sendiri. Saat kita makan martabak, mungkin satu potong masih terasa kurang, sehingga kita ambil potongan yang kedua untuk memenuhi keinginan agar bisa lebih menikmati. Jika masih kurang bolehlah kita lanjutkan ke potongan yang ketiga. Yang mesti diingat adalah, pada titik tertentu kenikmatan martabak tersebut akan mencapai puncaknya. Jika telah sampai pada titik tersebut namun kita memaksakan untuk memakan lagi, maka potongan martabak yang kesekian ini sudah tidak senikmat sebelumnya. Demikian juga potongan-potongan yang lai...

Anjungan Beras Mandiri

  SEPENGGAL KISAH Sudah menjadi kebiasaan, hampir setiap malam khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya. Suatu malam bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar dan Aslam bergegas mendekati kemah itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. “Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, i...