Langsung ke konten utama

Tersiksa Jilid II

 


Saat itu, saya lupa kapan persisnya. Protokol kesehatan di masjid mulai dilonggarkan. Barisan solat yang sejak pandemi Corona direnggangkan dan berjarak antar jamaah, sudah dirapatkan lagi meskipun masih sebatas sajadah yang dipakai sebagai alas solat saja. Untuk yg membawa sajadah tidak rapat-rapat amat juga, tapi untuk yang tidak, ya berdekatan. Pernah saya tanyakan alasan, pertimbangan dan parameter-parameter yang menjadi dasar pengambilan keputusan tersebut. Namun pelonggaran tadi tetap dilanjutkan meskipun sepertinya tidak ada argumen yang jelas,  meyakinkan dan terukur.

Saya sendiri sungguh berat untuk meninggalkan solat berjamaah hanya karena tidak sependapat dengan kebanyakan jamaah yang menginginkan kesempurnaan solat berjamaah dengan merapatkan barisan. Sedikit berkompromi jadinya datang agak nelat-nelat dikit dan menomorduakan untuk mengikuti takbir pertama Imam. Terkadang sampai tertinggal rekaat pertama, apa boleh buat. Tetapi dengan begitu malah bisa tetap menjaga jarak dengan jamaah yang lain. Tapi kalaupun ada jamaah yang menyusul dan merapat ya bismillah…la haula wala quwwata illa billah

Mungkin sebagian berpikiran saya sudah berlebihan dalam bersikap. Terlalu berprasangka yang negatif atas kesehatan dan kebugaran jamaah yang lain, atau lebih takut virus daripada Allah sang menguasai virus. Hal tersebut tidak bisa disalahkan dan dapat dimaklumi. Karena memang pengetahuan dan penglihatan kita terbatas, sehingga tidak bisa memastikan dimana virus itu berada, seberapa banyak dan menempel pada siapa. Maka dari itu tidak ada salahnya tetap antisipatif dan berhati-hati.

Dari keawaman itulah, arah kewaspadaan tersebut dibalik. Bukan hanya berasumsi bahwa orang lain yang mungkin membawa virus, namun juga beranggapan bahwa sayalah yang bisa jadi telah positif sehingga membahayakan orang lain meskipun tidak ada tanda-tanda sama sekali (OTG). Intinya tidak saja jangan sampai kita tertular tapi juga jangan sampai kita yang menularkan.

Dua sampai tiga minggu sejak pelonggaran, akhirnya barisan diatur lagi sesuai protokol yang mesti diikuti yaitu kembali direnggangkan dan diberikan jarak sesuai strip-strip yang masih terpasang di lantai masjid. Alhamdulillah, jadi bersemangat lagi untuk awal waktu ke masjid. Sayangnya, tidak secepat itu saya dapat langsung menyambutnya.

Ceritanya beberapa hari sebelumnya, ada pengumuman dari kantor bahwa hari Kamis, 10 Desember 2020 seluruh pegawai di kantor diharuskan mengikuti Swab Test massal untuk mendeteksi kemungkinan virus covid-19 telah menjangkiti kami semua. Demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dari sejak instruksi tersebut keluar sebelum pelaksanaan tes usap, saya langsung menarik diri dari pergaulan di lingkungan rumah, sehingga banyak agenda dan rutinitas harus disesuaikan.

Solat wajib sementara di rumah dulu. Sampai tukang ojeg yang subuh sudah mangkal di pertigaan kirim WA, nanyain kabar kog sudah beberapa lama gak lewat pulang dari masjid. Solat jumat kemarinpun mesti mencari masjid yang di luar komplek. Jalan sehat sabtu pagi bersama bapak-bapak di RT absen dulu. Pokoknya keluar rumah benar-benar untuk yang penting dan mendesak saja.

Berbeda dengan swab sebelumnya yang hanya perlu dua hari untuk mengetahui hasilnya. Kali ini mungkin karena kliniknya tidak sama, prosesnyapun sepertinya berbeda. Kami di swab hari Kamis, ternyata hasilnya baru bisa diketahui hari Ahadnya itupun setelah waktu solat ashar. Alhamdulillah dari lebih dari 140 pegawai yang diswab, seluruhnya terkonfrimasi negatif. Meskipun demikian, isolasi diri yang hanya beberapa hari ini, sekali lagi menjadi derita yang cukup menyiksa juga. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi orang-orang sekitar kita, terutama keluarga.

Untuk itu mari tetap waspada, saling menjaga dan saling mengingatkan bahwa Covid-19 ini nyata, masih ada dan tetap mengancam kita semua. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan terhindar dari wabah ini. Tidak lupa untuk saudara-saudara kita yang sedang diuji dengan penyakit ini, semoga segera diberikan kesembuhan. Dan kita berdoa serta berharap agar Allah SWT secepatnya mengangkat dan membersihkan Corona dari muka bumi ini.

 

Amin….


Baca Juga : Tersiksa Jilid I


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tlatar, 18 Okt 2007

WA Grup II (Gossen ah...)

  Di dalam ilmu ekonomi dikenal berbagai macam hukum, salah satunya adalah Hukum Gossen . Sesuai namanya, hukum ini dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Jerman bernama Herman Heinrich Gossen. Hukum Gossen menerangkan bahwa : “jika pemuasan keperluan terhadap suatu jenis benda tertentu dilakukan terus menerus, kenikmatannya akan terus-menerus berkurang sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan” Sederhananya dapat kita ambil contoh dari keseharian kita sendiri. Saat kita makan martabak, mungkin satu potong masih terasa kurang, sehingga kita ambil potongan yang kedua untuk memenuhi keinginan agar bisa lebih menikmati. Jika masih kurang bolehlah kita lanjutkan ke potongan yang ketiga. Yang mesti diingat adalah, pada titik tertentu kenikmatan martabak tersebut akan mencapai puncaknya. Jika telah sampai pada titik tersebut namun kita memaksakan untuk memakan lagi, maka potongan martabak yang kesekian ini sudah tidak senikmat sebelumnya. Demikian juga potongan-potongan yang lai...

Anjungan Beras Mandiri

  SEPENGGAL KISAH Sudah menjadi kebiasaan, hampir setiap malam khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya. Suatu malam bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar dan Aslam bergegas mendekati kemah itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. “Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, i...