Langsung ke konten utama

Balas Dendam

 


Arti kata balas dendam menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) online dan menurut para ahli bahasa adalah perbuatan membalas perbuatan orang lain karena sakit hati atau dengki, yang mana itu termasuk perbuatan tercela.

Balas dendam biasanya dipicu oleh adanya perbuatan orang lain yang menyakiti atau tidak mengenakkan kepada diri kita hingga akhirnya kita terpancing untuk melakukan perbuatan yang sama agar orang lain tersebut merasakan sakit atau penderitaan sebagaimana yang kita rasakan. Bahkan dengan adanya ungkapan ‘pembalasan lebih kejam daripada perbuatan’ kita seolah mendapat pembenaran agar orang lain tadi merasakan sakit dan derita yang lebih besar.

Mengulang pengertian dalam bagian awal di atas, balas dendam adalah perbuatan tercela. Agama Islam juga melarang umatnya untuk memiliki sifat pendendam. Mengapa? Karena sifat pedendam hanya akan membuat seseorang kehilangan akhlaknya dan membuat dirinya semakin jauh kepada Allah SWT. (islampos.com

“Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri setelah teraniaya 

tidak ada satupun dosa atas mereka, 

sesungguhnya dosa itu atas orang yang berbuat dzalim 

kepada manusia dan melampaui batas di muka tanpa hak. 

Mereka mendapat adzab yang pedih.

 Tetapi orang bersabar dan memaafkan, 

sesungguhnya yang demikian itu

termasuk perkara yang amat utama,”

(QS. Asy Syuro: 39-43).

Rasulullah saw menegaskan larangan untuk balas dendam ini melalui beberapa hadirs di antaranya :

"Tidaklah seseorang memaafkan kezaliman (terhadap dirinya) kecuali Allah akan menambah kemuliaannya," (HR Ahmad, Muslim, Tirmidzi)

“Apabila ada seseorang yang mencacimu atau menjelek-jelekanmu dengan aib yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah kamu balas memburukkannya dengan aib yang kamu ketahui ada padanya. Maka pahalanya untuk dirimu dan dosanya untuk dia,” (HR. Al Muhamili dalam Amalinya no 354, Hasan).

Mungkin masih banyak lagi ayat Al quran maupun hadits yang secara tersurat maupun tersirat tentang larangan balas dendam ini. Namun dari kutipan ayat dan hadits di atas sangat jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak menyukai sifat dan perbuatan tersebut.

Dalam suasana ramadhan yang setiap tahun kita jalani selama ini, istilah balas dendam jamak dipakai ketika saatnya berbuka kita dengan serta merta mengisi perut dengan makanan dan minuman sebanyak-banyaknya dan sepuas-puasnya. Setelah seharian menahan lapar dan haus, apa salahnya segera melampiaskan nafsu dan hasrat yang dari pagi hingga petang tadi tidak dapat tersalurkan.

Padahal Allah swt telah berfirman dalam Alquran :

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid,

 makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

(QS. Al A`raaf : 31)

Rasulullāh SAW pun bersabda, dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, RA, “Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan sikap sombong.”

(Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits mu’allaq menurut Bukhari)

Selain dilarang dalam ajaran agama, berlebih-lebihan ketika berbuka puasa juga tidak baik dari segi kesehatan. Dari sekian banyak dampak negatif yang mungkin menyerang tubuh kita, dua hal yang biasanya kita rasakan jika kekenyangan adalah mengantuk dan malas beraktifitas. Padahal di bulan suci ini banyak sekali waktu yang dapat kita optimalkan untuk bertadarus, solat tarawih dan bentuk-bentuk ibadah lainnya.

Sudah umum dan bukan hal yang aneh jika di banyak tempat di setiap bulan Ramadhan kita jumpai acara Buka Puasa Bersama. Jika tidak waspada maka kebiasaan ini disengaja atau tidak bisa menggiring orang untuk bertindak berlebih-lebihan dan ‘membalas dendam’ tadi. Makan minum entah memperhatikan adab sesuai sunnah atau tidak, ngobrol berlama-lama hingga melewatkan solat berjamaah, bercampur-baur antara lekaki dan perempuan yang bukan muhrim dan hal-hal tidak baik lainnya.

Bahkan kalau kita mau jujur mengakui, balas dendam dalam hal puasa ini telah kita mulai sebelum kita melaksanakan ibadah shaum. Munggahan! Ya, tradisi luhur yang berasal dari tanah Sunda ini dilaksanakan menjelang memasuki bulan Ramadhan dengan cara berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama (botram), saling bermaafan, dan berdoa bersama. Selain itu, ada pula yang berziarah ke makam orang tua atau orang saleh, atau mengamalkan sedekah munggah. (wikipedia.org)

Sayangnya dalam praktek kekinian, makan bersama itulah yang menjadi tujuan utama munggahan. Seolah tidak mau membuang kesempatan, hari-hari terakhir di bulan Sya’ban kita sibuk mencari restoran dan tempat makan favorit untuk memuaskan selera sebelum satu bulan ke depan banyak hal akan menjadi terkekang. Jika demikian akhirnya, maka yang terjadi adalah balas dendam secara berjamaah.

Balas dendam terhadap ibadah puasa makin terasa lengkap ketika kita hampir memasuki bulan Syawal. Kita berlomba-lomba untuk membeli pakaian-pakaian yang baru padahal yang kita beli tahun lalupun baru beberapa kali dipakai. Dimana-mana orang sibuk menyiapkan makanan dan kue-kue beraneka macam yang seringkali pada akhirnya habis bukan karena dimakan tetapi terlalu lama dihidangkan dan melewati masa aman untuk dikonsumsi.

Balas Dendam yang lebih memprihatinkan lagi terjadi pada saat ramadhan berlalu. Kita seolah lupa datang ke masjid untuk menunaikan solat wajib dengan berjamaah karena sudah tidak ada solat tarawih, dan sudah tidak terbiasa bangun pagi lagi untuk makan sahur. Al quran yang sebelumnya kita baca setiap hari kembali kita simpan untuk menjadi pelengkap assesoris di rumah, dan banyak lagi amalan-amalan di bulan suci yang seolah tidak berbekas sama sekali karena kita tinggalkan begitu saja.

Naudzubillahi min dzalik. Semoga kita terhindar dari hal-hal yang demikian.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tlatar, 18 Okt 2007

WA Grup II (Gossen ah...)

  Di dalam ilmu ekonomi dikenal berbagai macam hukum, salah satunya adalah Hukum Gossen . Sesuai namanya, hukum ini dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Jerman bernama Herman Heinrich Gossen. Hukum Gossen menerangkan bahwa : “jika pemuasan keperluan terhadap suatu jenis benda tertentu dilakukan terus menerus, kenikmatannya akan terus-menerus berkurang sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan” Sederhananya dapat kita ambil contoh dari keseharian kita sendiri. Saat kita makan martabak, mungkin satu potong masih terasa kurang, sehingga kita ambil potongan yang kedua untuk memenuhi keinginan agar bisa lebih menikmati. Jika masih kurang bolehlah kita lanjutkan ke potongan yang ketiga. Yang mesti diingat adalah, pada titik tertentu kenikmatan martabak tersebut akan mencapai puncaknya. Jika telah sampai pada titik tersebut namun kita memaksakan untuk memakan lagi, maka potongan martabak yang kesekian ini sudah tidak senikmat sebelumnya. Demikian juga potongan-potongan yang lai...

Anjungan Beras Mandiri

  SEPENGGAL KISAH Sudah menjadi kebiasaan, hampir setiap malam khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya. Suatu malam bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar dan Aslam bergegas mendekati kemah itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. “Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, i...